Sabtu, 28 Juli 2007

Money Laundry

Tentunya kita pernah mendengar tentang pencucian uang atau money laundering. Tapi mungkin tidak banyak yang paham tentang apa dan bagaimana praktek pencucian uang ini. Padahal dalam upaya untuk memberantas praktek pencucian uang ini, kita perlu memahami tentang apa, mengapa dan tentu saja karakteristik dari praktek pencucian uang ini. Bersama kita Bapak Yunus Hussein, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) suatu badan yang baru didirikan atas amanah dari kita semua, karena itu didasarkan pada UU No. 15 / 2002 tentang praktek pencucian uang atau anti money laundering.

Apa definisi dari money laundering atau pencucian uang ?

Mengenai pengertian pencucian uang atau money laundering, yang pertama kita pakai adalah pengertian yang populer, bahwa pencucian uang adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana atau uang haram istilahnya proceed of crime. Dengan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usulnya oleh si pelaku, sehingga kemudian seolah-olah muncul uang yang sah atau yang halal. Jadi dalam pengertian popular, pencucian uang itu, ada uang haram atau uang tidak sah kemudian dengan perbuatan dan proses tertentu, dikaburkan atau disembunyikan asal usulnya dijauhkan kemudian seolah-olah nanti muncul uang yang sah atau uang yang halal. Kalau dilihat secara yuridis dalam UU No. 15/2002 tentang tindakan pidana pencucian uang, hal ini dibedakan dalam dua tindak pidana pencucian uang. Yang pertama tindak pidana yang aktif, dimana seseorang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, menghibahkan, menbayarkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan uang-uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul seolah-olah sebagai uang yang sah. Sementara itu ada ketentuan lain di pasal 6 UU No. 15/2002 yang menyebutkan tentang tindak pidana money laundering yang pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu untuk mengaburkan, menyembunyikan asal-usulnya. Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Sangsinya cukup berat dimulai dari hukuman penjara lima tahun minimum, maksimum 15 tahun dan dendanya minimum lima milyar dan maksimum 15 milyar.

Praktek pencucian uang itu sendiri adalah suatu praktek kejahatan, namun kejahatan di atas kejahatan dalam artian bahwa ada uang yang dihasilkan dari proses kejahatan yang lain. Mungkin bisa jelaskan, kejahatan seperti apa yang diidentifikasikan sebagai satu kejahatan yang memenuhi syarat sebagai proses pencucian uang?

Dalam UU No.15/2002, disebutkan kejahatan-kejahatan atau tidak pidana yang merupakan sumber uang yang nanti dicuci. Dalam UU disebutkan 15 macam tindak pidana dalam bahasa Inggris disebut dengan predicate crimes atau predicate offenses yang terdiri dari tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, narkotika psikotropika, perdagangan budak, wanita dan anak-anak, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, pengelapan dan penipuan. Seluruhnya ada 15 macam tindak pidana. Jadi tindak pidana itu walaupun terjadi di luar negeri, kemudian hasilnya uangnya dibawa ke sini untuk dikaburkan, disembunyikan asal usulnya sehingga muncul seolah-olah uang yang sah , juga dapat dituntut berdasarkan UU ini. Karena kita mengatur demikian luas sehingga dimanapun juga terjadinya pidana itu dapat dituntut dengan UU disini kalau memang hasilnya dibawa ke Indonesia atau orang yang bersangkutan lari ke Indonesia. Tapi hal ini dengan catatan, disana harus merupakan tindak pidana, disini juga merupakan tindak pidana yang kita kenal dengan istilah double criminal. Jadi disana harus crime dan di sini juga, baru UU itu bisa dipakai untuk menuntut 15 macam tindak pidana ini, dimana uang yang dihasilkan dari tindak pidana tadi ini yang dicuci tadi. Perbuatan mencuci ini menyembunyikan asal usul yang disebut tindak pidana money laundering. Hal ini termasuk tindak pidana yang independen, terpisah dari tindak pidana awalnya karena tindak pidana asal bisa terjadi dimana-mana.

Sejauhmana situasi atau praktek pencucian uang yang terjadi di Indonesia ini, sehingga kita butuh atau membutuhkan suatu rezim yang betul-betul melakukan proses peperangan terhadap praktek pencucian uang ini?

Kalau berbicara masalah keadaan atau berapa jumlah uang yang dicuci atau di-laundry di Indonesia ini, memang tidak ada statistik yang pasti. Di samping berupa tindak pidana baru juga belum pernah ada lembaga yang mengeluarkan angka ini. Tapi ada indikasi dari mantan managing director IMF, Michael Camdessus yang membuat statement bahwa kira-kira uang yang dicuci ini diseluruh dunia ini berkisar antara 2 - 5% dari gross domestic product (GDP) dunia. Jadi jika mau tahu berapa yang di-laundering di Indonesia dikalikan kira-kira 2 - 5% dikalikan GDP Indonesia yang mungkin 100 sekian trilyun. Hal tersebut hanya prediksi saja, tapi angka yang pasti tidak ada yang mengetahui. Hal ini kalau dibiarkan akan terus berakumulasi, sehingga kejahatan itu sendiri akan berkembang dengan pesat, sehingga akan merugikan dan membahayakan semua orang secara ekonomis, sosial, politik ataupun secara hukum. Misalnya, penanganan hukum bisa dirugikan karena pengaruh uang ini kalau berada pada orang-orang yang berpredikat tidak baik atau organize crime. Dia bisa mempengaruhi bukan saja law enforcement tapi juga keputusan-keputusan politik, bisa merugikan secara mikro karena menimbulkan high cost, bisa merugikan secara makro karena bisa juga mengurangi pemasukan pada negara.

Selain diundangkannya UU No. 15/2002 ini, langkah-langkah apa yang telah dilakukan oleh pemerintah, karena sekarang yang memegang otoritas adalah pemerintah?

Kalau ditanya langkah-langkah apa yang telah dilakukan pemerintah, pertama sudah tentu harus dikatakan bahwa perbuatan pencucian itu adalah tindak pidana. Jadi kriminalisasi dari perbuatan pencucian uang itu ini dilakukan dengan UU No. 15 / 2002. Sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi PBB tahun 1988 tentang Illicit traffic of narcotics, drugs and psychotropic substances. Hasil-hasilnya sudah kita ratifisir, dimana untuk pertama kalinya dalam konvensi international dinyatakan bahwa tindak pidana pencucian uang itu merupakan suatu crime atau tindak pidana dan negara-negara diminta untuk menyatakan hal tersebut sebagai suatu crime. Tindakan lainnya yang dilakukan pemerintah, misalnya pembentukan lembaga "Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan" yang didirikan bersamaan dengan UU No 15 / 2002 yang sekarang sudah mulai beroperasi. Diharapkan dengan adanya lembaga ini bukan saja pemerintah akan mudah mendeteksi tindak pidana pencucian uang, tapi lembaga yang baru ini juga dapat membantu penegakan hukum oleh law enforcement agency yang berkaitan dengan predicate crime itu sendiri misalnya korupsi, penyuapan dan lain-lain. Jadi PPATK bisa membantu penegakan hukum sekaligus mendeteksi money laundering itu sendiri. Upaya lain dari pemerintah, misalnya dikeluarkannya peraturan-peraturan yang berkaitan dengan ini misalnya melarang pembelian saham bank dengan uang money laundering, dilarang mendirikan bank dengan tujuan pencucian uang, kemudian kita juga telah menandatangani memorandum of understanding dengan Thailand untuk meningkatkan upaya-upaya memberantas tindak pidana pencucian uang, karena kejahatan ini merupakan transnational crime, sehingga diperlukan juga kerjasama international dengan lembaga-lembaga di luar. Satu lagi yang hampir terlupa yaitu pemerintah dalam hal ini menteri keuangan dan ketua Bapepam termasuk juga BI, sebelumnya telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan mengenai prinsip mengenal nasabah atau know your customer principal, dimana tujuannya yang utama adalah untuk mencegah industri keuangan dipakai oleh para pelaku kejahatan dan untuk menjaga agar supaya para pelaku dalam sistem keuangan tidak terlibat dan tidak terseret-seret dalam pidana pencucian uang ini.

Mungkin bisa dijelaskan bagaimana PPATK bisa membantu proses penegakkan hukum. Apakah artinya PPATK juga mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan, atau apakah kemudian itu diserahkan pada penyidik dalam hal ini kejaksaan atau kepolisian?

Kewenangan penyidikan tidak dimiliki oleh PPATK. Penyelidikan juga tidak disebut dengan jelas dalam UU. Dalam hal ini, kewenangan PPATK berkaitan dengan kewenangan pra-investigasi atau sebelum pemeriksaan dilakukan. Jadi kita menerima laporan-laporan dari penyedia jasa keuangan. Kita juga bisa terima laporan dari masyarakat kemudian dianalisa dan setelah itu diserahkan pada kepolisian dan kejaksaan. Jadi kita hanya membantu dan kita bisa mempertanyakan itu sudah berjalan atau tidak. Dan dalam kelanjutannya setiap upaya penegakkan hukum oleh penegak hukum dapat menggunakan database information yang ada pada PPATK. Kemudian kami juga dapat mengupayakan jika seandainya diperlukan informasi dari negara lain. Dengan adanya kerjasama dengan negara lain, kita bisa memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan oleh para aparat penegak hukum sehingga penegak hukum dapat berjalan dengan lebih lancar dan efektif.

Bagaimana sebetulnya seseorang yang melakukan tindakan kejahatan misalkan korupsi melakukan proses pengaburan asal usul uangnya ini? Apa cara-cara yang dilakukan mereka?

Dalam Penjelasan umum UU No 15 / 2002 dapat dilihat bagaimana cara melakukan pencucian uang. Ada 3 tahap, yang pertama tahap placement yaitu bagaimana dana-dana hasil kejahatan ditempatkan secara fisik dalam sistem keuangan atau perbankan, misalnya melakukan penyetoran atau menyimpan uang di bank atau membeli surat berharga di pasar modal. Tahap kedua, layering yaitu melakukan transfer atau melapis-lapis transaksi-transaksi terhadap hasil kejahatan tadi, sehingga semakin jauh asal usulnya atau kalau bisa disembunyikan. Proses layering ini sangat penting bagi mereka, kalau mereka ingin mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uangnya. Yang ketiga integration artinya menggunakan kembali uang itu, seolah-olah sebagai uang yang sah atau halal seperti ditarik secara fisik atau ditransfer untuk membayar suatu transaksi. Dan menurut para ahli investigator proses yang pertama placement adalah tahap yang paling mudah dideteksi dalam proses money laundering. Dan upaya untuk mendeteksi transaksi-transaksi placement dilakukan dengan laporan-laporan yang namanya laporan transaksi tunai atau cash transaction report yang diberikan penyedia jasa keuangan. Kemudian seluruh penyedia keuangan melaporkan adanya laporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Tujuannya terutama mendeteksi adanya proses layering atau transfer dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal usul uang ini. Sebagai contoh konkret, misalnya placement ini menempatkan di bank setoran-setoran hasil pungli. Seseorang mendapat pungli setiap hari kemudian sekali seminggu atau sekali sebulan disetor ke bank kemudian dari sana bisa dipindahkan ke bank-bank lain, atau rekening-rekening yang lain dengan nama yang berbeda. Kemudian setelah itu uang dapat dikembalikan lagi pada orang yang bersangkutan atau dipakai transaksi tertentu. Ini proses terakhir yang namanya integration dimana uang itu seolah-olah uang yang sah.

Sudah banyak yang dilakukan pemerintah termasuk mengundangkan UU anti money laundering ini, tapi menurut beberapa kalangan Indonesia itu dipandang sebagai salah satu negara yang cukup dipandang tidak kooperatif, sebetulnya apa persoalan dibalik isu ini?

Sejak bulan Juni 2001 Indonesia ditempatkan dalam daftar non-cooperative countries and territories atau istilahnya "black list". Yang menempatkan kita adalah suatu satgas yang namanya Financial Action Task Force on Money Laundering. Satgas yang didirikan oleh negara-negara maju, memiliki 29 anggotanya dan dua organisasi international. Apa penyebabnya Indonesia masuk black list sementara yang lain tidak? Banyak sebabnya, ada 25 kriteria memasukkan kita dalam black list ini. Tapi dari 25 kriteria kita dapat kelompokkan dalam empat kelompok besar. Yang pertama dilihat banyak sekali peluang atau hambatan-hambatan dalam pengaturan dibidang financial. Misalnya, sebelum 2002 untuk sektor non bank ketentuan know customer belum ada, fit and proper belum ada, jadi banyak dianggap peluang-peluang atau hambatan dalam mencegah memberantas tindak pidana pencucian uang. Yang kedua, banyak loop holes dan hambatan di dalam ketentuan-ketentuan di bidang sektor-sektor non keuangan atau sektor riil. Misalnya, dalam administrasi kependudukan Indonesia tidak ada keseragaman, sehingga tidak ada uniform sistem, sehingga semua orang boleh dan bisa mempunyai identitas lebih dari satu, sehingga sulit untuk mendeteksi tindak pencucian uang. Yang ketiga, Indonesia sangat kurang dalam hal kerjasama internasional baik dalam bentuk perjanjian ekstradisi dengan negara lain, ataupun mutual assistance dengan negara lain ataupun memorandum of understanding dengan negara lain. Kemudian yang keempat, kita sangat kurang dalam sumber daya untuk mencegah, memberantas money laundering. Dulu kita belum punya financial intelligent unit (PPATK) sekarang kita sudah punya tapi belum full beroperasi. Kemudian kita masih kurang katakanlah polisi, jaksa, hakim, pengawas, pemeriksa yang memiliki kemampuan di bidang tindak pidana pencucian uang. Itulah empat pokok penyebab mengapa kita masuk dalam daftar hitam itu.

Berarti cukup serius dan tidak mengguntungkan kita dari sudut pandang ekonomi. Langkah-langkah apa yang sedang kita lakukan untuk keluar dari black list tadi?

Kalau disadari dengan benar, hal ini cukup serius, bahkan boleh dibilang sangat serius. Karena kalau seandainya kita masih dalam black list ini sudah tentu kepercayaan investor atau kreditor akan berkurang. Kemudian, bisa juga transaksi-transaksi dengan Indonesia misalnya dengan perbankan bisa dianggap transaksi yang mencurigakan, bisa juga transaksi dengan kita harganya lebih mahal dan lebih lama. Bisa juga mereka sewaktu-waktu kalau FATF sudah menerapkan sanksi atau counter measures terhadap kita, bisa juga mereka tidak mau bertransaksi dengan Indonesia yang tentu saja merugikan Indonesia. Lalu upaya apa yang telah dilakukan? Melakukan upaya-upaya memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada empat komponen pokok tadi. Misalnya kekurangan di bidang sektor non bank, Menteri Keuangan pada tanggal 30 Januari sudah mengeluarkan ketentuan mengenai prinsip pengenalan nasabah, kemudian ada kewajiban lapor pada departemen keuangan untuk transaksi yang mencurigakan. Kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) pada tanggal 15 Januari 2003 sudah mengeluarkan ketentuan prinsip mengenai pengenal nasabah juga bagi perusahaan efek, pengelola reksadana dan custodian, dimana mereka harus menerapkan prinsip pengenalan nasabah dan harus melaporkan kalau ada transaksi-transaksi yang mencurigakan ke BAPEPAM. Ini adalah salah satu upaya untuk menutupi kekurangan ini. Dan dalam upaya memperbaiki UU melalui amandemen UU no. 15 2002 dimasukan materi mengenai mutual legal assistace. Kemudian ada beberapa permintaan dari FATF yang berdasarkan standar internasional. Kita mengikut perspektif internasional. Pengertian-pengertian transaksi yang mencurigakan kita sempurnakan, kewajiban pelaporan yang dahulu 14 hari kerja dipersingkat menjadi tiga hari, kemudian larangan-larangan untuk membocorkan informasi oleh bank atau penyedia jasa keuangan yang dulu ketentuannya tidak ada sekarang kita cantumkan. Dan yang keempat, batasan jumlah 500 juta untuk mendefinisikan hasil tindak pidana yang diatur di pasal 2 UU money laundering kita hilangkan. Selain itu, PPATK juga sudah melakukan kerjasama dengan Financial Intelligent unit dari Thailand sehingga bisa mengurangi sedikit kekurangan kita dalam hal kerjasama internasional. Itulah kira-kira yang sudah dilaksanakan, selain kita sudah membuat beberapa peraturan pelaksanaan mengenai UU ini.

HAL-HAL YANG SERING DITANYAKAN:

Apa yang disebut dengan money laundering atau pencucian uang?

Aktivitas pencucian uang secara umum merupakan suatu tindakan atau perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari satu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organization crime, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan tindak pidana lainnya dengan tujuan menyembunyikan atau mengaburkan asal usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana tersebut, sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang yang sah tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang illegal.

Adapun yang melatarbelakangi para pelaku pencucian uang melakukan aksinya adalah dengan maksud memindahkan atau menjauhkan para pelaku tersebut dari kejahatan yang menghasilkan proceeds of crime, memisahkan proceeds of crime dari kejahatan yan dilakukan, menikmati hasil kejahatan tanpa adanya kecurigaan kepada pelakunya, serta melakukan re-investasi hasil kejahatan untuk aksi kejahatan selanjutnya kedalam bisnis yang sah.

Melalui tindakan yang melanggar hukum ini, pendapatan atau harta kekayaan yang didapat dari hasil kejahatan diubah menjadi dana yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal. Modus tindak pidana seperti ini dari waktu-kewaktu semakin kompleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit.

Bagaimana hubungan antara pencucian uang dengan bisnis dan perkembangan ekonomi?

Kegiatan pencucian uang tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu secara langsung atau dengan kata lain sepintas lalu tidak ada korbannya. Sebagaimana diketahui bahwa pencucian uang tidak seperti halnya perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang ada korbannya dan yang menimbulkan kerugian bagi korbannya. Secara garis besar, pencucian uang dapat mempengaruhi bisnis yang pada gilirannya dapat menghambat perkembangan ekonomi suatu negara, karena pencucian uang dapat :

1. Merongrong sektor swasta yang sah, yaitu dengan menggunakan perusahaan-perusahaan (front companies) untuk mencampur uang haram dengan uang sah, dengan maksud untuk menyembunyikan uang hasil kegiatan kejahatannya. Perusahaan-perusahaan (front companies) tersebut memiliki akses kepada dana-dana haram besar jumlahnya, yang memungkinkan mereka mensubsidi barang-barang dan jasa-jasa yang dijual oleh perusahaan-perusahaan tersebut agar dapat dijual jauh di bawah harga pasar. Hal ini membuat bisnis yang sah kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan tersebut sehingga dapat mengakibatkan perusahaan-perusahaan yang sah yang menjadi saingannya gulung tikar.

2. Mengganggu integritas pasar-pasar keuangan, khususnya bagi lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan dana hasil kejahatan karena dapat menghadapi bahaya likuiditas. Misalnya, uang dalam jumlah besar yang dicuci yang baru saja ditempatkan pada lembaga tersebut dapat tiba-tiba menghilang dari bank tersebut tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, dipindahkan melalui wire transfers.

3. Membahayakan upaya-upaya privatisasi perusahaan-perusahaan negara yang dilakukan oleh pemerintah (Risks to Privatization Efforts), karena organisasi-organisasi kejahatan dengan dananya itu mampu membeli saham-saham perusahaan-perusahaan negara yang diprivatisasi dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada calon-calon pembeli yang lain. Mereka dapat mengamankan hasil kejahatan mereka daripada memperoleh keuntungan dari investasi mereka. Selain itu, karena prakarsa-prakarsa privatisasi sering secara ekonomis menguntungkan, mereka dapat pula menggunakan perusahaan-perusahaan yang dibelinya itu sebagai wahana untuk mencuci uang mereka.

4. Mengikis kepercayaan pasar karena kegiatan-kegiatan pencucian uang dan kejahatan-kejahatan di bidang keuangan (financial crimes) yang dilakukan di negara yang bersangkutan. Rusaknya reputasi sebagai akibat kegiatan-kegiatan tersebut dapat mengakibatkan negara tersebut kehilangan kesempatan-kesempatan global yang sah sehingga hal tersebut dapat mengganggu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

5. Menimbulkan biaya sosial dan risiko, karena pencucian uang memungkinkan para penjual dan pengedar narkoba (drug traffickers), para penyelundup, dan penjahat-penjahat lainnya untuk memperluas kegiatannya. Meluasnya kegiatan-kegiatan kejahatan tersebut mengakibatkan tingginya biaya pemerintah untuk meningkatkan upaya penegakan hukum dalam rangka memberantas kejahatan-kejahatan itu dan segala akibatnya. Juga, pemerintah akan terpaksa meningkatkan biaya untuk merawat korban kejahatan (misalnya untuk mengobati korban narkoba). Di antara akibat sosioekonomi yang negatif itu adalah bahwa pencucian uang memindahkan kekuatan ekonomi pasar, pemerintah, dan warga negara kepada para penjahat. Besarnya kekuatan ekonomi yang dapat dihimpun oleh para penjahat dari kegiatan mereka dalam melakukan pencucian uang itu dapat menimbulkan akibat yang tidak baik terhadap semua unsur masyarakat. Tidak mustahil dalam kasus-kasus yang ekstrim, hal itu dapat mengakibatkan terjadinya pengambilalihan kekuasaan pemerintah.

6. Mengakibatkan kurangnya akurasi pemerintah dalam pengendalian kebijakan ekonominya khususnya dalam pengendalian nilai mata uang dan tingkat suku bunga karena para pencuci uang menanamkan kembali dana-dana setelah pencucian uang tersebut bukan di negara-negara yang dapat memberikan rates of return yang lebih tinggi kepada mereka, tetapi diinvestasikan kembali di negara-negara dimana kegiatan mereka itu kecil sekali kemungkinannya untuk dapat dideteksi. Pencucian uang dapat meningkatkan ancaman terhadap ketidakstabilan moneter sebagai akibat terjadinya misalokasi sumber daya (misallocation of resources) karena distorsi-distorsi aset dan harga-harga komoditas yang direkayasa. Singkatnya, pencucian uang dan kejahatan di bidang keuangan (financial crime) dapat mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya terhadap jumlah permintaan terhadap uang (money demand) dan meningkatkan volatilitas dari arus modal internasional (international capital flows), bunga, dan nilai tukar mata uang. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan sulit tercapainya kebijakan ekonomi yang sehat dan pada akhirnya menimbulkan distorsi dan ketidakstabilan ekonomi. Dampak lebih jauh adalah pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut dapat terganggu.

Sejauh mana arti penting pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia?

Upaya pemberantasan praktek pencucian uang ini memiliki arti penting apabila melihat dampak yang ditimbulkannya, antara lain berupa instabilitas sistem keuangan, distorsi ekonomi dan kemungkinan gangguan terhadap pengendalian jumlah uang yang beredar, serta meningkatnya berbagai tindak pidana yang menghasilkan uang (harta kekayaan). Sebagaimana diketahui, berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat.

Bahkan baru-baru ini Indonesia dihadapkan pada krisis multidimensi khususnya dalam bidang penegakan hukum terutama tidak efektifnya penanganan korupsi, penyuapan, narkotika dan psikotropika, dan illegal logging. Tindak pidana tersebut ditengarai menghasilkan uang (harta kekayaan) yang sangat besar, namun pelakunya sulit ditangkap. Pelaku tindak pidana biasanya tidak langsung membelanjakan uang hasil tindak pidananya tetapi terlebih dahulu dimasukkan ke dalam system keuangan dan lembaga-lembaga yang terkait dengan keuangan untuk tujuan menyembuyikan atau menyamarkan. Sebagai hal yang makhfum bahwa menangkap pelaku tindak pidana jauh lebih sulit dibandingkan dengan menangkap harta hasil tindak pidana. Dengan alasan tersebut, pemberantasan tindak pidana pencucian uang merupakan metode baru dalam menangkap pelaku tindak pidana melalui hasil tindak pidananya yang terdapat dalam system keuangan dan lembaga-lembaga yang terkait dengan keuangan. Apabila anti money laundering regime efektif dilaksanakan, secara otomatis angka kriminalitas akan menurun sebab tidak ada tempat lagi bagi pelaku tindak pidana menempatkan dananya ke dalam system keuangan dan lembaga-lembaga yang terkait dengan keuangan.

Sejak Juni 2001 FATF (The Financial Action Task Force - satuan tugas internasional yang bertugas melawan kegiatan pencucian uang) telah memasukkan Indonesia dalam daftar negara-negara yang tidak ko-operatif (NCCT's) dalam hal pemberantasan praktek pencucian uang. Apa hal tersebut menjadi indikasi bahwa negara ini masih merupakan tempat berlindung yang aman bagi para pencuci uang?

Secara tidak langsung dengan dimasukkannya Indonesia ke dalam NCCT’s dapat menjadi indikator bahwa Indonesia menjadi tempat yang aman dan subur bagi pelaku pencucian uang karena disamping hasil tindak pidana yang menghasilkan uang ditengarai cukup banyak seperti korupsi, penyuapan, psikotropika dan narkotika, dan illegal logging, tetapi juga perangkat yang dimiliki belum mendukung tegaknya rezim anti pencucian uang di Indonesia seperti yang disoroti oleh FATF. Kelemahan yang secara gamblang disoroti oleh FATF pada bulan Juni 2001 adalah adanya celah (loophole) di bidang ketentuan dalam sektor keuangan misalnya tidak adanya ketentuan Fit and Proper untuk non bank, adanya celah (loophole) dan hambatan (impediment) di bidang ketentuan dalam sektor non financial, kurangnya kerjasama internasional dan kurangnya sumber daya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Kekurangan tersebut diperburuk oleh kondisi Indonesia yang belum memiliki undang-undang yang menetapkan pencucian uang (money laundering) sebagai tindak pidana.

Di samping kepentingan nasional dan bagian dari pergaulan internasional, Pemerintah Indonesia telah memenuhi kelemahan-kelemahan di atas. Namun seiring berjalannya waktu, FATF merekomendasikan Pemerintah Indonesia untuk mengamandemen UU TPPU karena materi yang diatur belum sepenuhnya memenuhi standar internasional. Selanjutnya DPR-RI dalam sidang paripurna pada tanggal 16 September 2003 telah menyetujui amandemen UU TPPU dan pada tanggal 13 Oktober 2003 Presiden Republik Indonesia telah mengesahkannya menjadi UU No.25 Tahun 2003. Dengan disetujuinya amandemen UU TPPU tersebut, Indonesia tidak dikenai additional counter measures oleh FATF, namun masih dimasukkan dalam daftar NCCTs pada tanggal 3 Oktober 2003. Untuk mengeluarkan Indonesia dari daftar NCCTs, FATF masih melihat implementasi dari UU tersebut.

Sejauh ini, apa temuan terakhir PPATK dan bagaimana tindak lanjutnya?

Hingga berakhirnya tahun 2003, PPATK telah menerima sebanyak 410 (empat ratus sepuluh) Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transaction Report - STR) dari 34 Penyedia Jasa Keuangan (PJK) yang seluruhnya berbentuk bank umum. Sebanyak 291 (dua ratus sembilan puluh satu) STR diantaranya berasal dari pelimpahan Unit Khusus Investigasi Perbankan (UKIP) Bank Indonesia. Dengan beroperasinya PPATK secara penuh tanggal 17 Oktober 2003, telah diterima 119 STR.

Dari hasil analisis terhadap STR yang telah diterima, dapat disimpulkan terdapat 59 kasus (berasal dari hasil analisis 165 STR) yang memiliki indikasi tindak pidana pencucian uang. Keseluruhan kasus tersebut telah diteruskan kepada pihak kepolisian dan kejaksaan sebagai informasi intelijen keuangan. Berdasarkan laporan dari Kepolisian RI, 5 (lima) STR telah dilimpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU), 2 (dua) STR tidak memenuhi unsur pidana, 5 (lima) STR tidak dapat diproses. Sementara itu, sebanyak 2 (dua) kasus yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang sekarang dalam proses pemeriksaan pengadilan.

Kendala apa saja yang dihadapi oleh PPATK dalam misinya sebagai institusi yang bertugas mencegah dan memberantas praktek pencucian uang di Indonesia?

Dalam misinya sebagai institusi yang bertugas mencegah dan memberantas praktek pencucian uang, terdapat beberapa kendala antara lain yaitu :

1. Secara umum, belum terdapat persepsi yang sama dari masing-masing pihak yang terlibat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang sesuai tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Idealnya, dalam melawan tindak pidana yang terorganisir diperlukan penanganan yang terorganisir pula, baik dalam skala nasional maupun internasional.

Untuk hal tersebut, undang-undang telah mengamanatkan PPATK sebagai institusi sentral (focal point) dalam membangun rezim anti pencucian uang di Indonesia dengan maksud untuk mengharmonisasikan penanganan tindak pidana pencucian uang melalui kerjasama dan koordinasi secara efektif dan efisien.

Berbagai langkah strategis untuk menyatukan langkah dan persepsi mengenai peranan masing-masing instansi yang bertanggung jawab dalam penanganan tindak pidana pencucian uang telah dilakukan antara lain melalui penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dengan instansi lain baik instansi dalam maupun luar negeri. Langkah-langkah yang telah dilakukan itu adalah modal awal dalam membangun rezim anti pencucian uang.

Langkah-langkah strategis dalam memperkuat rezim anti pencucian uang di Indonesia bertujuan membantu menciptakan stabilitas sistem keuangan dan sekaligus menurunkan angka kriminalitas. Untuk itu empat pilar telah ditetapkan sebagai acuan dalam memperkuat rezim dimaksud. Keempat pilar tersebut adalah: Pertama, perundang-undangan dan hubungan masyarakat. Kedua, teknologi sistem informasi dan sumber daya manusia. Ketiga, analisis dan kepatuhan, dan Keempat, kerjasama domestik dan internasional.

Apabila modal awal yang telah dibangun sepanjang tahun 2003 dan langkah-langkah yang ditetapkan dalam penguatan pilar di atas dapat dilaksanakan secara konsisten, saya yakin keluarnya Indonesia dari black list pencucian uang atau NCCTs adalah suatu hal yang dapat dicapai.

2. Secara khusus, dapat dirinci sebagai berikut :

* Penyedia jasa keuangan masih belum optimal dalam menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan, hal ini bila dilihat dari jumlah PJK yang menyampaikan laporan dibandingkan dengan jumlah PJK secara keseluruhan. Hingga akhir tahun laporan, baru 34 bank umum yang telah menyampaikan laporan dari total 139 bank umum. Sedangkan 261 perusahaan asuransi, 178 perusahaan efek, 10 Reksa Dana, 18 Bank Kustodian, 393 Dana Pensiun, ratusan lembaga pembiayaan, 2130 bank perkreditan rakyat, 814 pedagang valuta asing dan usaha jasa pengiriman uang belum menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan ke PPATK.

* Belum sepenuhnya memperoleh dukungan dari pemerintah terkait dengan anggaran dan belum disahkannya peraturan di bidang kepegawaian. Ketersediaan anggaran dan peraturan di bidang kepegawaian menjadi syarat bagi terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, terampil dan memiliki moral yang tinggi. Langkah ini pada gilirannya akan mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti pencucian uang. Di samping itu, dengan ketersediaan dana yang memadai, dapat dipakai untuk membangun sistem teknologi informasi yang handal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan harian ini berisi hal-hal yang aku ketahui dan yang terjadi dalam hidupku, ada komentar atau kritik dan saran?