Dampak sosialpsikologiknya pun bisa dibayangkan. Motif apa pun yang melatarbelakangi terjadinya kericuhan tersebut, namun keberadaan kondisi emosi negatif beberapa anggota DPR tidak dapat dipungkiri, seperti kejengkelan, kemarahan, dan ketidakpuasan oleh kebutuhan didengar pendapatnya, atau merasa diperlakukan secara kurang proporsional yang terungkap dengan cara nonasertif.
Kemarahan, kejengkelan, perasaan tidak didengar dan perasaan terusik yang diungkap dengan cara nonasertif tersebut tentu saja kurang efektif. Apalagi bila kemudian diikuti oleh saling dorong dan nyaris terjadi
Pasif, agresif, asertif
Untuk mengatasi perasaan negatif terdapat tiga pilihan penting sebagai berikut :
Pertama, kita bisa menghambat ekspresi dari perasaan negatif dengan tidak mengatakan apa pun, atau menggerutu dalam hati yang sama sekali tidak dipahami orang lain (berarti kita pasif).
Kedua, kita dapat menyerang lawan bicara kita dengan kata-kata keras, kasar atau bahkan melecehkan, merendahkan, menyalah-nyalahkan orang yang kita ajak bicara (berarti kita agresif).
Ketiga, kita akan langsung mengungkapkan perasaan negatif secara spontan dan sesuai dengan kondisi yang kita rasakan, tanpa menyalahkan orang yang kita ajak bicara (berarti kita asertif).
Thomas Harris menyatakan, dalam interaksi dengan orang lain, pengaruh masa kecil tidak dapat diabaikan, sehingga ada kerangka kerja interaktif masa kecil yang melandasi ketiga pilihan tersebut di atas.
Maka kemudian terbentuk pola interaktif sebagai berikut:
I’m not OK-You’re OK. Saya akan berhati-hati dalam mengungkapkan apa pun terhadap perilakumu, karena saya harus yakin bahwa apa yang saya katakan tidak akan mengganggu perasaanmu dan membuatmu jengkel dan marah. Saya merasa yakin tidak akan menyerang kamu, dan membuat kamu merasa tidak nyaman. Disini kita bersikap pasif.
I’m OK-You’re not OK. Cara ini membuat kita merasa lebih baik, dan orang lain kurang baik, sehingga orang lain tersebut patut mendapat luapan kemarahan dan cercaan dari kita. Dalam hal ini kita bersikap agresif dan menyerang, sehingga akan membuat orang lain merasa tidak nyaman oleh serangan kita. Disini kita bersikap agresif.
I’m OK-You’re OK. Kita dengan bebas meluapkan perasaan apa pun yang kita rasakan, dan kita sendirilah yang bertanggung jawab terhadap perasaan kita. Kita tidak akan membiarkan orang lain mengambil manfaat dari kondisi kita, tetapi orang lain pun memiliki kebebasan untuk mengungkap apa yang dirasakan. Kita tidak akan menyerang orang lain, bahkan akan menerima kehadiran orang lain dengan sikap terbuka. Ini adalah cara pengungkapan perasaan secara asertif.
Jadi, dengan cara asertif maka kedua belah pihak yang berkomunikasi merasa nyaman, tidak ada yang merasa disakiti hatinya dan tidak ada pula yang merasa ingin menyakiti lawan bicaranya. Namun dapat tercipta saling pengertian yang memudahkan pengambilan keputusan dan dirasakan adil bagi semua pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan harian ini berisi hal-hal yang aku ketahui dan yang terjadi dalam hidupku, ada komentar atau kritik dan saran?